Pee Tapeee
Seringkan mendengar pedagang tape yang
berkeliling kampung, ada yang di pikul ada juga yang di dorong dengan gerobak, dengan
terikan “pe tapee”, bisa jadi pedangan tape yang berkeliling itu berasal dari
sawangan, yaa kapung sawangan Depok, tidak jauh dari Jakarta jaraknya kurang
lebih 30 KM, kalau saya ukur dengan motor kearah rumah ibu saya di klebon
jeruk.
Kali ini saya akan menceritakan pedagang dan
pengrajin tape di dekat rumah saya, ada sebagian orang yang menyebutnya tapai
atau tape, nah yang dimaksud dalam cerita
saya adalah tape singkong, tape ini adalah makan tradisional Indonesia, di
kampung istri daerah kuningan ada juga tape ketan yang di bungkus daun, proses
pembuatan tape dimanapun pasti sama yaitu dengan proses peragian atau bahasa ilmiahnya fermentasi (gaya nih pakai bahasa ilmiah segala, biar di bilang keren….)
Ketika saya pindah ke daerah sawangan 3 tahun
yang lalu, masih banyak pengrajin tape yang memproduksi tape rumah ini, memang
usia rata-rata mereka diatas 50 tahun, ada juga yang berusia di bawah 50 tahun,
karena orang tuanya menggeluti bisnis olahan tape singkong.
Saya perhatikan dari beberapa keluarga yang
memproduksi tape, satu dua keluarga yang sukses menjalankan bisnis tape
tersebut, sebut saja keluarga ema Wida
di belakang rumah saya, parameter dia sukses menjalankan bisnis rumahan, dia
mampu menyekolahkan anaknya hingga sarjana, mampu membangun rumah untuk anak-anaknya,
dan saat ini ema Wida punya 2 kendaraan satu buah pikc up, dan satu Honda stream.
Lain halnya dengan satu tetangga saya, sebut
saja ema Pulani, ema Pulani dia kurang sukses menjalan kan bisnis olahan tape,
padahal jenis singkongnya sama, cara memproduksi juga sama, dan cara pemasaran
sama, setiap subuh banyak pedagang yang mengambil produksi untuk di pasarakan,
ada yang menggunkan mobil pick up, ada yang menggunkan motor, ada juga dengan
keranjang pikul.
Dua perbedaan yang saya lihat adalah ema Wida
dan ema Pulani, ema Wida istiqomah memproduksi tape tanpa libur, keluarganya
di ikutsertakan memproduksi, Seiring berjalannya waktu ema Wida menambah armada
pick up untuk mencari singkong di daerah lain, dan mendistribusikan singkong bahan
olahan tape ke tetangga tetangganya.
Lain hal dengan Ema Pulani yang memproduksi
tape sekedarnya, hari ini libur, besok produksi, hari ini dagang besok
istirahat, hari ini nyemur daging, besok nyemur tempe (haaa ga nyambung) dan tidak memaksimalkan anaknya untuk membantu home industri yang
mereka geluti, anaknya ema Pulani lebih memilih kerja menjadi tukang bangunan
di banding membntu sang ema membangun bisnis olahan tape..
Sukses itu perlu istiqomah, perlu kerja
keras, dan tentu saja do’a
Selamat menjalan Ibadah puasa yang ke 14..
01 Juli 2015 Sawangan sejuk dan nyaman