Dipaksa, terpaksa lalu terbiasa, begitu sewaktu ayah saya mencipratkan air ke muka, di waktu subuh ketika saya masih kecil, untuk ibadah ayah saya memaksa anaknya untuk sholat di masjid, ketika saya dewasa, saya menyadari bahwa ini buah dari paksaan ayah saat itu, saya merasa kurang , saat tidak melaksanakan sholat lima waktu, dan apakah ayah saya, kembali mencipratkan air kemuka saya, ketika saya tidak sholat saat dewasa, jawabanya tentu saja tidak, karena usia dewasa, saya sudah tahu mana benar mana salah.
Mungkin bagi sebagian orang tua, memaksakan kehendak kepada anak, akan berakhir tidak baik bagi perkembangan anak, malah ada yang bilang, belum tentu anak yang di paksa masuk pesantren itu sukses, saya balik bertanya, apakah anak yang di sekolah umum sukses semua ?
Bagi saya pribadi, memaksakan kehendak sebelum si anak dewasa adalah kewajiban para orang tua, memaksa kearah yang lebih baik dalam hal aqidah dan keimanan bukan hal sunah, tetapi ini sebuah kewajiban para orang tua, karena orang tua akan di mintai pertanggung jawaban kelak, setiap laki-laki adalah pemimpin, setiap pemimpin pasti Allah minta pertanggung jawaban, dasar inilah kenapa saya harus memaksa anak saya untuk masuk ke pesantren.
Anak ku, jika kelak engkau dewasa, abi akan bangga dengan pilihan cita cita mu nanti, jika engkau menjadi dokter, jadilah dokter yang berhati ikhlas, jika engkau menjadi cendikiawan, jadilah cendikiawan yang berhati mulia, jika kelak engkau menjadi negarawan jadilah negarawan yang berhati ulama, jika engkau menjadi pengusaha, jadilah pengusaha yang dermawan, atau apapun pilihan mu kelak, berahlak lah dengan ahlaqul karimah.
Anakku engkau adalah bagian dari lukisan sejarah Abi dan Bunda, lukislah sejarah yang indah untuk Abi dan Bunda.
Semoga ya nak! Selamat berjuang, do’a Abi dan Bunda menyertai mu.
Ponpes DQA, 23 Juli 2017
Ponpes DQA, 23 Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar