Saat menunggu anak saya pulang les, saya melihat pedagang golok dan perabotan rumah tangga sedang beristirahat, usianya kurang lebih lima puluh tahun, dengan pakaian sederhana, tidak beralas kaki, menandakan sudah kebal dengan aspal jalanan yang begitu panas, di dalam dua keranjangnya, ada centong, pisau, golok, perkakas tukang, dan barang lain yang ia jual, hari itu menjelang asar, mungkin cukup lelah juga dia berjalan, saya memarkir motor aga jauh dari tempat les, si abang tersenyum melihat saya, dia pikir saya memang mau membeli dagangannya.
Saya pun menyapa, istirahat bang ?
dengan logat bahasa jawa yang kental dia menjawab " iyaa habis keliling
nih", saya tanya berapa golok ini bang ? yang ini 150 rb, kemudian dia
menujukan jenis golok yang lebih bagus lagi harganya 250 rb, yang 250 rb terbuat
dari plat per mobil, di jamin kuat anti gompal, kalau mau yang lebih murah ada
juga 75 rb, akhirnya saya tertarik dengan golok yang 250 rb, saya tawar golok
tersebut, walaupun tidak niat membeli, saya tawar semaunya, di respon juga,
tambahin dong, modal ngga segitu "katanya", tunggu saya jemput anak
saya dulu, "kata saya", setelah saya jemput kedua anak saya, saya
kembali lagi, akhirnya terjadi transaksi, harga yang di sepakati mengharuskan
golok berpindah tangan menjadi milik saya.
Naluri keinginan tahu saya, kembali
bergejolak, saya tanya ini barang ngambil di mana bang ? kalau barang seperti
centong nasi, saringan, sodet ini ada bosnya di Lenteng Agung, saya ambil
kemudian setor yang laku aja, tapi, kalau barang perkakas tukang, seperti
golok, pisau, gergaji, saya harus membeli dengan modal sendiri, saya harus
pesan ke pengrajin di jawa, berapa modal nya untuk belanja alat-alat ini ?, dia
menjawab tiga sampai lima juta, besar juga yaa ? Iyaa kalau satu golok yang
bagus modal 100 rb, 10 golok sudah satu juta, kembali saya bertanya, terus
modalnya dari mana ? kami gadaikan BPKB motor kami, kalau lebih besar lagi kami
gadaikan sertifikat sawah kami ke BRI, terus abang sendiri, minjam berapa ?
Saya pinjam 15 juta, dengan cicilan perbulan 1,5 juta selama satu tahun, dalam
sebulan dia mampu mengantongi omset 6 sampai 8 juta, kalau lagi ramai bisa
sampai 10 juta "katanya".
Hebat si abang ini, ternyata dia
seorang enterprenuer tangguh dan gigih, dia menggeluti usaha ini sejak lulus
SMP, dia sudah ke sumatera, kalimantan untuk berjualan perkakas, si abang ini
bukanlah seorang sales, karena beliau tidak bekerja di bawah manajemen
perusahaan, beliau tidak dididik bagai mana menjadi seorang sales yang baik, si
abang ini tidak membaca buku dale carnagie, beliau hanya melakukan atas target
pribadi sebagai pedagang. Namun, terkadang kemampuan menjualnya mampu melebihi
kemampuan sales-sales dengan pendidikan tinggi, dari hasil usahanya, si abang
ini sudah mampu untuk beli sawah, dan membiayai anaknya yang sedang kuliah.
Bagai mana dengan kalian ? wahai
usahawan baru ?
Selamat menjalan ibadah puasa yang
ke dua belas
Semoga rezeki kalian satu milyar
perbulan