Senin, 27 Maret 2017

Satu Keluarga satu pengusaha


Awal bulan lalu, saya menjadi pembawa acara event Bang Valentino, bertema satu keluarga satu pengusaha, menarik juga acara tersebut, bagaimana, Bang Valen memaparkan materinya hingga dua jam kedepan, saya menyimak dengan antusias.

Sayapun kembali terinspirasi dengan Bang Valent, saya azamkan niat, saya harus menjadi pengusaha, walaupun saat ini, saya sudah berbisnis, namun belum bisa dikatakan sebagai seorang pengusaha, karena menurut saya kategori pengusaha adalah  orang yang bekerja di bidang bisnis atau perdagangan khususnya pada level eksekutif atau seseorang yang memiliki keterampilan khusus di bidang financial, sehingga orang tersebut dapat mempekerjakan orang lain dan mampu membantu keluarga besar secara rutin.

Saya sendiri belum mampu mepekerjakan orang lain secara berkala, hanya sebatas event saja, lain hal dengan salah satu teman saya yang sudah sukses di usaha property, saya tahu persis perkembangan awal si teman ini, sewaktu kuliah teman ini, hanya tinggal di daerah parung dengan rumah petak, berukuran 4 x 6 di isi bersama 5 orang saudaranya, semasa kuliah teman saya ini berjualan petasan, mendaftar menjadi model, membuka agency, hingga akhirnya sekarang membuka agen property, saat ini teman saya mampu mempekerjakan 15 karyawan, menyewa sebuah kantor di kawasan serpong. Dalam satu bulan kantor teman saya mampu menjual 8 sampai dengan 10 unit rumah, sebuah pencapaian yang fantastis, melihat latar belakang teman saya ini dari orang biasa saja.

Terkait dengan hal tersebut, tidak ada salahnya kita sama-sama berniat menjadi  muslim yang kaya,  karena menjadi muslim yang kaya serta berlebih, kita mampu membantu orang lain, orang muslim wajib kaya dan haram miskin, coba simak isi ayat An-Najm : 43-48 berikut ini :
Allahlah yang menjadikan tertawa dan menangis
Allahlah yang menjadikan kematian dan kehidupan,
Allahlah yang menjadikan laki-laki dan perempuan
Allahlah yang memberikan kekayaan dan kecukupan (bukan kemiskinan),

Jadi Allah hanya memberi kita Kekayaan dan Kecukupan, hidup kita ini sebenarnya selalu dimuliakan dan dimanja oleh Allah SWT, lha kalo kita miskin ? itu pasti karena salah kita sendiri, jangan iri dengan orang kafir yang kaya, karena memang dia pekerja keras.

Salam satu keluarga satu pengusaha
Sawangan, 28 Maret 2017

Rabu, 15 Maret 2017

Pendidikan yang terputus



Dalam hal ini pendidikan agama (bukan pendidikan umum), kenapa saya bersih keras memasukan anak saya ke pesantren, kalau anaknya tidak mau gimana ? Awalnya anak saya memang tidak mau, saya coba ajak dialog, saya pernah ngobrol dengan anak saya, "bang, abi ga mau kamu kejeblos dalam lubang neraka", tiba-tiba anak saya, menatap mata saya, sayapun melanjutkan, kamu bergaul dengan orang yang ga sholat, kamu bergaul dengan teman kamu yang pacaran, kamu bergaul dengan teman kamu yang narkoba, itu yang abi takutkan kamu akan terbawa arus pergaulan, itu lubang kecil neraka bang !, anak sayapun menjawab iya bi, malam menjelang tidur, kami dengarkan ceramah ustadz Adi Hidayat, LC tentang para penghafal quran, hal ini saya lakukan, agar anak saya termotivasi masuk pesantren.

Coba tengok kepada diri kita sendiri, berapa persen kita mampu belajar quran dengan baik ? berapa persen kita mampu mendidik anak dengan baik, dan berapa persen dapat menyuruh anak kita datang ke masjid ? Jika kecendrungan hati ini tidak terpaut ke masjid perlu di pertanyakan masa kecil kita, zaman saya SD belum ada TPA-TKA, saat itu, saya hanya mengaji selepas magrib di masjid, itupun karena rumah saya dekat dengan masjid,sehingga masih ada kegiatan keagamaan dalam kehidupan kecil saya, andai kata saat itu rumah saya jauh dari masjid, bisa jadi saya termasuk kedalam teman-teman yang lupa dengan masjid.

Menanamkan pendidikan ahklaq, menjadi kewajiban setiap orang tua, sebelum si anak dewasa, perlu di paksa, seperti halnya sholat, ketika saya memasukan anak ke pesantren bukan berarti saya ingin mencetak anak saya menjadi seorang ustadz, kyai atau ulama, tetapi paling tidak, anak saya punya dasar aqidah yang baik, punya hafalan quran yang banyak, ketika sudah lulus dari pesantren nanti, saya akan kembalikan ke minat dan bakat anak saya, apakah dia ingin menjadi dokter, psikolog, tukang insinyur, atau pengusaha, tapi jadilah dokter yang hafal quran, jadilah pengusaha yang faham quran, dan jadilah insinyur yang mampu menterjemahkan alquran.

Saya perhatikan di lingkungan saya, banyak orang tua memberikan pendidikan ahklaqnya, hanya sampai sekolah dasar saja, melalui TPA/TKA, usia 4 tahun, para orang tua berbondong-bondong memasukan anaknya ke TPA dengan tujuan bisa belajar al quran dan mengaji, namun setelah si anak lulus SD, para orang tua berhenti menyuruh si anak mengaji, berbagai macam alasan, pelajaran di sekolah terlalu banyak, mulai banyak kegiatan lain, belum lagi rasa malas antara anak dan orang tua, inilah yang terjadi pada murid-murid ibu saya, muridnya yang pintar mengaji sewaktu SD, setelah masuk SMP, tidak kelihatan lagi, malah ada dari murid ibu saya, yang menjadi penyanyi dangdut kampung, dengan pakai minim sambil berteriak di atas panggung "goyang mang, mana sawerannya".

Faktor lainnya adalah pergaulan, saya coba proteksi anak saya di rumah, tetapi loss di lingkungan luar rumah, salah memilih pergaulan menjadi ke kawatiran saya terhadap pendidikan anak, saya juga dulu seperti itu, setelah lulus dari madrasah, saya masuk sekolah negeri, di sekolah umum inilah, saya tersusupi cerita-cerita enny arrow, lantaran teman saya membagikan lembaran-lembaran stensil pada saat jam istirahat, belum lagi tawuran antar sekolah, tapi saya belum pernah mendengar tawuran atar pesantren,  saya pernah satu mobil dengan om saya yang polisi, ketika melewati salah satu SMA di senayan, om saya mengeluarkan pistol nya sambil berteriak "bubar", dua letusan di arahkan keatas, perang batu saat itu terjadi, antar dua sekolah, ada anak pelajar dengan mengayunkan gir besi yang diikat di sabuknya, saya lihat batu melayang di atas kap mobil om saya, itu jaman saya SMP dan SMA, bagaimana dengan jaman anak saya nanti ?

Semoga pendidikan ahklaq, pendidikan agama anak saya tidak berhenti hingga hingga nafas dan raganya Allah pisahkan. bagi saya perlunya ikhtiar, setelah kita berusaha memasukan ke pesantren, saya kembalikan kepada Allah, akan jadi apakah anak saya kelak nanti

Untuk ke dua anakku @ F..
Sawangan, 15 Maret 2107

Senin, 06 Maret 2017

Antara onta, babi, domba dan kafir



Ingat sinetron bajaj bajuri, serial sitkom tahun 2004, dalam cerita tersebut, Fanny Fadillah alis Ucup, selalu memanggil lawan mainya Said alias Saleh Ali dengan sebutan onta, dalam keseharian kita tahu bahwa Fanny Fadilla beragama non muslim dan Saleh Ali beragama islam, sepertinya sang sutradara sudah berfikir panjang, penyebutan onta dalam sinetron tersebut, tidak akan menjadi polemik di masyarakat, kenapa ? karena binatang onta sendiri masih dalam kategori candaan yang biasa, lain hal jika kata onta diganti dengan kata babi, akan menjadi runyam kejadiannya, karena kita tahu babi adalah binatang yang mengidentikan dengan najis dan haram dalam islam.

Begitu juga penyebutan kata domba yang tersesat, kami di sebut domba yang tersesat, sepertinya menjadi hal yang biasa juga, tetapi sebaliknya kalian  marah di sebut kafir, seharus tidak perlu marah, karena orang budha menyebut Abrahamacariyavasa, bagi yang tidak seaqidah dengan agama budha, atau agama hindu menyebut Mairah diluar iman agama hindu.

Kami menyebut Kafir, karena bagi kami kafir adalah mereka yang tidak menyembah Alloh, dan tidak percaya Muhammad sebagai Rosullullah, tapi kenapa kalian marah di sebut kafir, atau karena ada embel-embel orang kafir masuk neraka, kalau kepercayaan kalian kami yang masuk neraka yaa monggo, tapi saya rasa bukan itu jawabnya, alasan kenapa marah, karena dalam lubuk hati yang paling dalam, terdapat pengakuan tulus, bahwa menjadi kafir bertolak belakang dengan hati nurani, kok bisa bertolak belakang dengan hati nurani ? karena sewaktu di alam rahim, kita sama-sama bersaksi dan berjanji,  "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", Al Araf 172

Jadi sebenarnya kita sama-sama satu produk, produk Tuhan yang sama, namanya satu produk marah dong kalau di hina, semisal kita sama-sama satu kandung dengan ibu kita, tiba-tiba ada  yang mengatakan elo anak tetangga yaa ? Ko muka elo beda dengan saudara kandung elo ?. Pasti akan marah dengan pertanyaan tersebut, tentunya pertanyaan tersebut akan kamu bantah, tetapi jika kalian yakin bahwa kalian adalah anak tetangga pasti kalian akan biasa-biasa aja, begitu juga jika kalian yakin dengan agama kalian tentu tidak perlu tersinggung dengan sebutan kafir, kalian pun boleh ambil rujukan kitab kalian dengan menyebut kami domba yang tersesat, insyaalloh saya tidak marah

Untuk sahabtku non muslim, kalian tidak usah kawatir, selama kalian tidak memerangi kami, kami akan berbuat baik dengan kalian, karena kafirpun terbagi manjadi 3 golongan, kafir harbi, kafir yang merusak dan menista agama islam, ada juga kafir ahlu al had yaitu kafir yang memiliki perjanjian dengan kaum muslim, mereka di lindungi, tetapi jika mereka ingkar janji, mereka bisa menjadi harbi, dan yang terakhir kafir dzimmni, kafir yang tidak memusuhi umat islam, dan ini wajib di lindungi oleh umat islam, agar faham teman kami tidak memusuhi kalian, jika kalian tidak memusuhi kami.

Semoga hidayah tercurah untuk kalian

summer collection